Kamis, 06 September 2012

Hutan Mangrove - Penyelamat yang Terabaikan


1326807839892858620
Photo : BioPlantLife

Mendengar istilah hutan Mangrove mungkin tidak terlalu familiar bagi sebagian orang, karena sejak dulu istilah yang digunakan untuk menyebut Mangrove adalah hutan bakau. Hutan bakau atau Mangrove adalah hutan yang tumbuh dipesisir pantai, rawa, lahan berlumpur dengan kapasitas air jenis air payau dimana areanya kadang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan tinggi rendahnya curah hujan. Hutan Mangrove umumnya tumbuh dilahan dimana terjadi endapan lumpur dan zat-zat organik akibat gerusan aliran air dari berbagai tempat yang bermuara pada lokasi yang menjadi tempat tumbuhnya hutan Mangrove.
Ciri-ciri hutan Mangrove yang paling khas adalah persentase lumpur pada lahan sehingga mengakibatkan kurang aerasi anah dengan salinitas yang tinggi. Keadaan ini membuat tidak semua jenis tumbuhan bisa tumbuh atau bertahan hidup diarea seperti ini. Tumbuhan bakau yang memiliki karakteristik berakar kuat dan mampu beradaptasi terhadap perubahan kadar air dalam tanah yg ektrim dan mampu berevolusi bentuk fisik untuk menyesuaikan diri dengan suhu dan keadaan tanah disekitarnya adalah jenis tumbuhan yang mendominasi hutan Mangrove.
Proses terjadi hutan Mangrove tidak berlangsung dalam tempo yang singkat. Proses ini dimulai dengan pembentukan endapan dari beberapa material seperti lumpur , sampah organik dan sisa-sisa vegetasi yang secara akumulatif membentuk sebuah dangkalan yang nantinya akan semakin meluas seiring waktu dan menjadi tempat tumbuhnya tumbuhan bakau jenis Avicennia Alba dan Rhizophora Apiculata. Seiring waktu kwalitas tanah juga berubah sehingga jenis tumbuhan yang tadinya tumbuh pertama kali tidak lagi bisa berkembang, namun sebaliknya memicu tumbuhan baru untuk muncul. Itu sebabnya hutan Mangrove adalah jenis hutan dengan tumbuhan heterogen alias bukan hanya ditumbuhi oleh satu jenis tumbuhan saja. Proses pembentukan hutan Mangrove ini bisa membutuhkan puluhan bahkan sampai ratusan tahun.
Dibanding hutan tropis, hutan Mangrove lebih banyak memberi kontribusi dalam usaha alami mengurangi emisi karbon. Tingkat kelembaban yang jauh lebih tinggi membuat proses pembusukan dan penguraian di hutan Mangrove lebih cepat dibanding hutan tropis sehingga dengan demikian gas karbon lebih cepat diserap dan disimpan didalam tanah dan air sebelum bercampur dengan udara. Menurut para peneliti di Center for International Forestry Research dan USDA Forest Service, hutan Mangrove juga potensial dalam meminimalisasi dampak perubahan iklim yang akhir-akhir mulai mengancam kehidupan di bumi. Sementara hutan Mangrove yang tumbuh dipesisir pantai punya kemampuan luar biasa untuk meredam dampak kerusakan dan kehancuran yang ditimbulkan oleh tsunami. Struktur akar yang kuat memungkinkan hutan Mangrove mampu bertahan menahan gempuran gelombang dengan kekuatan ekstrim seperti bencana tsunami.
Sayangnya, peran hutan Mangrove terhadap kehidupan manusia sering terabaikan atau mungkin kurang disosialisasikan. Terbukti dengan maraknya pembalakan secara besar-besaran hutan Mangrove diberbagai wilayah Indonesia untuk tujuan penjarahan hasil hutan, pembukaan lahan dan tambak, dan lain-lain.
Menurut penelitian, hutan Mangrove yang terluas didunia terdapat di Indonesia dengan penyebaran luas yang mencapai 8 juta hektar, namun sekarang tinggal tersisa 2,5 juta hektar saja. Masing-masing lokasi terdapat pada Dangkalan Sunda, Pantai Timur Sumatra, Pantai Barat Selatan Kalimantan yang menjadi habitat hewan langka khas Kalimantan : bekantan. Juga di Pantai Utara Jawa, Dangkalan Sahul, Pantai Barat Daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha,mencakup sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.
Baru-baru ini terjadi banjir yang pertama kalinya terjadi di Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan yang disinyalir akibat pembabatan hutan Mangrove seluas 2 hektar sehingga mengakibatkan terganggungnya sirkulasi aliran sungau menuju laut dan membuat air sungai meluap membanjiri kawasan pemukiman penduduk yang sebelumnya tidak pernah dilanda bencana banjir.
Ironisnya, terpilihnya kawasan Mangrove di Indonesia sebagai proyek percontohan dan pembelajaran Mangrove untuk kawasan Asean dan internasional oleh Kementrian Kehutanan dan Japan International Cooperation Agency bersamaan dengan semakin memburuknya pelestarian dan pemeliharaan hutan Mangrove di Indonesia. Ketujuh kawasan itu antara lain : Surabaya, Lampung, Bali (bagian Barat), Alas Purwo (Banyuwangi), Balikpapan, Tarakan dan Jepara. Dengan ketidak mampuan pemerintah dan warga menjaga kelestarian Mangrove, bukan tidak mungkin proyek percontohan ini tidak berlanjut.
13268082622083514999
Photo : Twitter

Tetapi harapan untuk kembali menggalakkan kesadaran masyarakat khususnya anak muda Indonesia terhadap eksistensi hutan Mangrove selalu ada. Adalah Kesemat (sebuah Komunitas yang digagas oleh aktifis lingkungan hidup yang berbasis dikampus Universitas Diponegoro) yang masih begitu peduli dengan kelestarian dan pemeliharaan Mangrove. Komunitas ini secara selalu mengkampanyekan serta menyosialisasikan pentingnya keberadaan Mangrove terhadap kehidupan dan keseimbangan alam melalui penyebaran awareness dan ilmu pengetahuan seputar mangrove lewat jejaring sosial Twitter dan Blog.
Mangrove mungkin tidak secara frontal memberi manfaat terhadap kehidupan manusia seperti sumber daya alam berupa barang tambang, tetapi secara subtil Mangrove sangat bermanfaat dalam upaya mencegah dampak yang lebih buruk dari bencana alam dan meminimalisasi efek buruk dari perubahan iklim seperti yang telaj dijabarkan secara singkat diatas. Mari kita sama peduli pada hutan Mangrove. Mari jangan hanya sekedar gegap gempita menanam Mangrove untuk tujuan advertorial atau pencitraan individu atau kelompok, tetapi kemudian lupa untuk memeliharanya. Karena pada hakekatnya menanam Mangrove relatif mudah dan bisa dilakukan oleh siapa saja, tetapi untuk memelihara Mangrove agar tetap eksis dan lestari tentu butuh kepedulian dan usaha. Mari jadikan Mangrove bukan lagi sebagai penyelamat yang terabaikan.

*Dikompilasi oleh penulis dari berbagai sumber
 Dengan sedikit tambahan seperlunya dari penulis
referensi :http://green.kompasiana.com



Minggu, 02 September 2012

KLASIFIKASI HUTAN MANGROVE

Hutan mangrove meliputi pohon-pohonan dan semak yang terdiri dari 12 tumbuhan berbunga (Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus) yang termasuk ke dalam 8 famili.  Vegetasi hutan mangrove di Indonesia memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi, dengan jumlah jenis tercatat sebanyak 202 jenis yang terdiri atas 89 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas.  Namun demikian hanya terdapat kurang lebih 47 jenis tumbuhan yang spesifik hutan mangrove.  Paling tidak di dalam hutan mangrove terdapat salah satu jenis tumbuhan dominan yang termasuk ke dalam empat famili:  Rhizophoraceae (Rhizophora, Bruguiera, Ceriops), Sonneratiaceae (Sonneratia), Avicenniaceae (Avicennia), dan Meliaceae (Xylocarpus) (Bengen, 2001).

Mangrove diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok mayor, kelompok minor dan kelompok asosiasi mangrove. Pengertian masing-masing kelompok tersebut adalah sebagai berikut : 

Kelompok mayor 
Kelompok ini merupakan vegetasi dominan dan merupakan komponen yang memperlihatkan karakter morfologi, seperti mangrove yang memiliki sistem perakaran udara dan mekanisme fisiologi khusus untuk mengeluarkan garam agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Komponennya penyusunnya berbeda taksonomi dengan tumbuhan daratan, hanya terjadi di hutan mangrove serta membentuk tegakan murni, tetapi tidak pernah meluas sampai ke dalam komunitas daratan.
Di Indonesia, mangrove yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah  Rhizopora apiculata, R. mucronata, Sonneratia alba, Avicennia marina, A. officinalis, Bruguiera gymnorhiza, B. cylinrica, B. parvifolia, B. sexangula, Ceriops tagal, Kandelia candel, Xylocarpus granatum, dan X. moluccensis. 

Kelompok minor 
(vegetasi marginal) merupakan komponen yang tidak termasuk elemen yang menyolok dari tumbuh-tumbuhan yang mungkin terdapat di sekeliling habitatnya dan yang jarang berbentuk tegakan murni. Jenis-jenis ini biasanya bersekutu dengan mangrove yang tumbuh pada pinggiran yang mengarah ke darat dan terdapat secara musiman pada rawa air tawar, pantai, dataran landai, dan lokasi-lokasi mangrove lain yang marginal. Walaupun jenis ini ada di mangrove, tetapi jenis-jenis ini tidak terbatas pada zona litoral.Jenis-jenis ini yang penting di Indonesia adalah Bruguiera cylindrica, Lumnitzera racemosa, Xylocarpus moluccensis, Intsia bijuga, Nypa fruticans, Ficus retusa, F. microcorpa, Pandanus spp., Calamus erinaceus, Glochidion littorale, Scolopia macrophylla, dan Oncosperma tigillaria.

-          Asosiasi mangrove merupakan komponen yang jarang ditemukan spesies yang tumbuh di dalam komunitas mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan sering ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan darat.
Referensi dan gambar:arifjayarana.blogspot.com
:http://marwanard.blogspot.com


Cara membuat api tanpa korek



Bagi anda yang hobi berpetualang, mungkin akan sangat terhambat jika anda tidak mempunyai korek api. Karena korek api dapat anda gunakan untuk menyalakan api secara instan. Lalu bagaimana jika anda sudah kehabisan korek api?
Jika kehabisan korek api/gas/parafin/minyak tanah/spirtus serta bahan bakar lainnya, maka kita dapat memanfaatkan benda-benda disekeliling kita untuk membuat api.
Bahan-bahan:
  • Ranting/daun kering, serbuk batang kering yang dapat dimanfaatkan sebagai penyala api.
  • Sobekan kain kering, dll
Cara membuat api tanpa korek dengan cara-cara berikut ini :

Cara membuat api dengan lensa
  • Cara ini hanya dapat anda gunakan jika terdapat sinar matahari yang terik. Dengan bantuan sinar matahari tersebut, pakailah lensa cembung, dimana titik api mengenai bahan penyala api. Lensa dapat berupa kaca pembesar, lensa kamera SLR, lensa teropong, atau kacamata anda (kacamata plus) , dll.

Cara membuat api dengan tali sepatu







cara membuat api yang lain
  • Cara yang lain adalah dengan menggesek-gesekan batang kayu yang keras, denganse keliling gesekan tadi diberi ranting kering. Namun hal ini sangatlah susah dilakukan dan membuutuhkan kesabaran yang luar biasa.
Cara membuat api tanpa korek ini tentu saja dibutuhkan kesabaran untuk memperoleh nyala api. Cara ini adalah ide yang sangat berharga dalam kondisi darurat. Semoga bermanfaat

Dari berbagai sumber

Cara Sederhana Membuat Kompos Skala Rumah Tangga




Cara sederhana membuat kompos skala rumah tangga ini merupakan artikel tentang cara praktis dan sederhana dalam membuat kompos dari sampah organik yang dihasilkan rumah tangga. Sampah-sampah organik seperti dedaunan, sisa sayuran, buah-buahan dapat dimanfaatkan menjadi kompos.
Membuat kompos merupakan bentuk dari recycle, salah satu unsur dari 3 R. Sehingga dengan mengolah sampah menjadi kompos berarti ikut membantu mengurangi permasalahn yang disebabkan sampah. Selain itu, kompos yang dihasilkan dapat dimanfaatkan langsung sebagai media tanam ataupun pupuk organik.
Pengolahan sampahrumah tangga menjadi kompos dapat dilakukan oleh siapa saja, di mana saja dan dengan berbagai cara. Dalam artikel ini, Alamendah akan membagikan tips sederhana untuk membuat kompos yang bisa dilakukan oleh rumah tangga baik yang memiliki lahan kosong ataupun hanya memiliki sedikit lahan terbatas bahkan tidak memiliki lahan sama sekali.

Sampah ini dapat dimanfaatkan menjadi kompos
Membuat Kompos dari Sampah Bagi Rumah Tangga yang Memiliki Lahan. Ini merupakan cara paling sederhana dalam membuat kompos namun hanya bisa dilakukan jika memiliki lahan (tanah) kosong.
  • Gali tanah sedalam 50-100 cm. Lubang dibuat dengan jarak minimal 10 meter dari sumur untuk menghindari tercemarnya sumur.
  • Isi lubang dengan sampah organik yang telah ditiriskan.
  • Tutup atau taburi sampah dengan tanah secara berkala untuk mengurangi bau.
  • Jika telah penuh, tutup lubang dengan tanah.
  • Setelah tiga bulan, lubang dapat digali. Hasil galian dapat digunakan sebagai kompos sedangkan lubangnya dapat digunakan untuk membuat kompos kembali.
Membuat Kompos dari Sampah Bagi Rumah Tangga Dengan Lahan Terbatas. Bagi yang rumahnya hanya memiliki sedikit lahan kosong, pembuatan kompos tetap dapat dilakukan.
  • Sediakan drum atau sejenisnya.
  • Lubangi kecil-kecil bagian dasar drum untuk rembesan air dari sampah.
  • Tanam drum dengan kedalaman sekitar 10 cm dari permukaan tanah.
  • Masukkan sampah organik ke dalam wadah (drum) setiap hari.
  • Taburi dengan sedikit tanah, serbuk gergaji, atau kapur secara berkala.
  • Bila terdapat kotoran binatang bisa ditambahkan untuk meningkatkan kualitas kompos.
  • Setelah penuh, tutup drum dengan tanah dan diamkan selama tiga bulan.
  • Keluarkan isi drum dan angin-anginkan selama 2 minggu. Kompos sudah dapat digunakan.
Membuat Kompos dari Sampah Bagi Rumah Tangga yang Tidak Mempunyai Lahan. Bagi rumah tangga yang tidak memiliki tanah atau lahan kosong, pengolahan sampah menjadi kompos dapat dilakukan dengan menggunakan ember, pot, kaleng bekas, atau sejenisnya. Benda-benda ini sekaligus nantinya dapat dijadikan pot.
  • Sediakan ember, pot, kaleng bekas, ataupun wadah lainnya.
  • Lubangi bagian dasar dan letakkan di wadah yang dapat menampung rembesan air dari dalamnya.
  • Masukkan sampah organik ke dalam wadah (drum) setiap hari.
  • Taburi dengan sedikit tanah, serbuk gergaji, atau kapur secara berkala.
  • Bila terdapat kotoran binatang bisa ditambahkan untuk meningkatkan kualitas kompos.
  • Setelah penuh, tutup drum dengan tanah dan diamkan selama dua bulan.
  • Wadah siap dijadikan pot dengan kompos di dalamnya sebagai media tanam.
Sobat Alamendah, demikian proses pembuatan kompos dari sampah organik bagi rumah tangga baik yang memiliki lahan kosong, lahan terbatas, maupun tidak memiliki lahan sekalipun.
Semoga mampu menginspirasi kita semua bahwa semua orang, di mana pun juga, dapat melakukan tindakan nyata dalam menangani permasalahan lingkungan utamanya sampah. Bahkan dengan cara-cara yang sederhana sekalipun.
Referensi dan gambar:
  • Gambar: tunas hijau indonesia.com
  • aneka mesin.blog