Mendengar istilah hutan Mangrove mungkin tidak terlalu familiar
bagi sebagian orang, karena sejak dulu istilah yang digunakan untuk
menyebut Mangrove adalah hutan bakau. Hutan bakau atau Mangrove adalah
hutan yang tumbuh dipesisir pantai, rawa, lahan berlumpur dengan
kapasitas air jenis air payau dimana areanya kadang dipengaruhi oleh
pasang surut air laut dan tinggi rendahnya curah hujan. Hutan Mangrove
umumnya tumbuh dilahan dimana terjadi endapan lumpur dan zat-zat organik
akibat gerusan aliran air dari berbagai tempat yang bermuara pada
lokasi yang menjadi tempat tumbuhnya hutan Mangrove.
Ciri-ciri
hutan Mangrove yang paling khas adalah persentase lumpur pada lahan
sehingga mengakibatkan kurang aerasi anah dengan salinitas yang tinggi.
Keadaan ini membuat tidak semua jenis tumbuhan bisa tumbuh atau bertahan
hidup diarea seperti ini. Tumbuhan bakau yang memiliki karakteristik
berakar kuat dan mampu beradaptasi terhadap perubahan kadar air dalam
tanah yg ektrim dan mampu berevolusi bentuk fisik untuk menyesuaikan
diri dengan suhu dan keadaan tanah disekitarnya adalah jenis tumbuhan
yang mendominasi hutan Mangrove.
Proses
terjadi hutan Mangrove tidak berlangsung dalam tempo yang singkat.
Proses ini dimulai dengan pembentukan endapan dari beberapa material
seperti lumpur , sampah organik dan sisa-sisa vegetasi yang secara
akumulatif membentuk sebuah dangkalan yang nantinya akan semakin meluas
seiring waktu dan menjadi tempat tumbuhnya tumbuhan bakau jenis Avicennia Alba dan Rhizophora Apiculata. Seiring
waktu kwalitas tanah juga berubah sehingga jenis tumbuhan yang tadinya
tumbuh pertama kali tidak lagi bisa berkembang, namun sebaliknya memicu
tumbuhan baru untuk muncul. Itu sebabnya hutan Mangrove adalah jenis
hutan dengan tumbuhan heterogen alias bukan hanya ditumbuhi oleh satu
jenis tumbuhan saja. Proses pembentukan hutan Mangrove ini bisa
membutuhkan puluhan bahkan sampai ratusan tahun.
Dibanding
hutan tropis, hutan Mangrove lebih banyak memberi kontribusi dalam
usaha alami mengurangi emisi karbon. Tingkat kelembaban yang jauh lebih
tinggi membuat proses pembusukan dan penguraian di hutan Mangrove lebih
cepat dibanding hutan tropis sehingga dengan demikian gas karbon lebih
cepat diserap dan disimpan didalam tanah dan air sebelum bercampur
dengan udara. Menurut para peneliti di Center for International Forestry Research dan USDA Forest Service,
hutan Mangrove juga potensial dalam meminimalisasi dampak perubahan
iklim yang akhir-akhir mulai mengancam kehidupan di bumi. Sementara
hutan Mangrove yang tumbuh dipesisir pantai punya kemampuan luar biasa
untuk meredam dampak kerusakan dan kehancuran yang ditimbulkan oleh
tsunami. Struktur akar yang kuat memungkinkan hutan Mangrove mampu
bertahan menahan gempuran gelombang dengan kekuatan ekstrim seperti
bencana tsunami.
Sayangnya,
peran hutan Mangrove terhadap kehidupan manusia sering terabaikan atau
mungkin kurang disosialisasikan. Terbukti dengan maraknya pembalakan
secara besar-besaran hutan Mangrove diberbagai wilayah Indonesia untuk
tujuan penjarahan hasil hutan, pembukaan lahan dan tambak, dan
lain-lain.
Menurut penelitian, hutan Mangrove yang terluas didunia terdapat di Indonesia dengan penyebaran luas yang mencapai 8 juta hektar, namun sekarang tinggal tersisa 2,5 juta hektar saja. Masing-masing lokasi terdapat pada Dangkalan Sunda, Pantai Timur Sumatra, Pantai Barat Selatan Kalimantan yang menjadi habitat hewan langka khas Kalimantan : bekantan. Juga di Pantai Utara Jawa, Dangkalan Sahul, Pantai Barat Daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha,mencakup sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.
Baru-baru
ini terjadi banjir yang pertama kalinya terjadi di Kepulauan Selayar
Sulawesi Selatan yang disinyalir akibat pembabatan hutan Mangrove seluas
2 hektar sehingga mengakibatkan terganggungnya sirkulasi aliran sungau
menuju laut dan membuat air sungai meluap membanjiri kawasan pemukiman
penduduk yang sebelumnya tidak pernah dilanda bencana banjir.
Ironisnya, terpilihnya kawasan Mangrove di Indonesia sebagai proyek percontohan dan pembelajaran Mangrove untuk kawasan Asean dan internasional oleh Kementrian Kehutanan dan Japan International Cooperation Agency
bersamaan dengan semakin memburuknya pelestarian dan pemeliharaan hutan
Mangrove di Indonesia. Ketujuh kawasan itu antara lain : Surabaya,
Lampung, Bali (bagian Barat), Alas Purwo (Banyuwangi), Balikpapan,
Tarakan dan Jepara. Dengan ketidak mampuan pemerintah dan warga menjaga
kelestarian Mangrove, bukan tidak mungkin proyek percontohan ini tidak
berlanjut.
Tetapi
harapan untuk kembali menggalakkan kesadaran masyarakat khususnya anak
muda Indonesia terhadap eksistensi hutan Mangrove selalu ada. Adalah Kesemat (sebuah
Komunitas yang digagas oleh aktifis lingkungan hidup yang berbasis
dikampus Universitas Diponegoro) yang masih begitu peduli dengan
kelestarian dan pemeliharaan Mangrove. Komunitas ini secara selalu
mengkampanyekan serta menyosialisasikan pentingnya keberadaan Mangrove
terhadap kehidupan dan keseimbangan alam melalui penyebaran awareness dan ilmu pengetahuan seputar mangrove lewat jejaring sosial Twitter dan Blog.
Mangrove
mungkin tidak secara frontal memberi manfaat terhadap kehidupan manusia
seperti sumber daya alam berupa barang tambang, tetapi secara subtil
Mangrove sangat bermanfaat dalam upaya mencegah dampak yang lebih buruk
dari bencana alam dan meminimalisasi efek buruk dari perubahan iklim
seperti yang telaj dijabarkan secara singkat diatas. Mari kita sama
peduli pada hutan Mangrove. Mari jangan hanya sekedar gegap gempita
menanam Mangrove untuk tujuan advertorial atau pencitraan individu atau
kelompok, tetapi kemudian lupa untuk memeliharanya. Karena pada
hakekatnya menanam Mangrove relatif mudah dan bisa dilakukan oleh siapa
saja, tetapi untuk memelihara Mangrove agar tetap eksis dan lestari
tentu butuh kepedulian dan usaha. Mari jadikan Mangrove bukan lagi
sebagai penyelamat yang terabaikan.
Dengan sedikit tambahan seperlunya dari penulis
referensi :http://green.kompasiana.com